Beberapa kisah humor dan canda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (SAW)
selalu menjadi inspirasi yang sehat, cerdas, positif dan menyegarkan.
Meskipun seorang Nabi, beliau tetap bercanda dan memiliki humor
sebagaimana manusia pada umumnya. Hanya saja canda beliau tak pernah
dusta. Berikut beberapa kisah canda Rasulullah SAW:
Seseorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan meminta agar membantunya mencari unta untuk memindahkan barang-barangnya. Rasulullah berkata: “Kalau begitu kamu pindahkan barang-barangmu itu ke anak unta di seberang sana”. Sahabat itu bingung bagaimana mungkin seekor anak unta dapat memikul beban yang berat. “Ya Rasulullah, apakah tidak ada unta dewasa yang sekiranya sanggup memikul barang-barangku ini?”
Rasulullah pun menjawab, “Aku tidak bilang anak unta itu masih kecil, yang jelas dia adalah anak unta. Tidak mungkin seekor anak unta lahir dari ibu selain unta,”. Sahabat tersenyum dan dia-pun mengerti canda Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Seorang perempuan tua bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”. Mendengar itu, perempuan tua itu menangis mengingat nasibnya.
Kemudian Rasulullah menjelaskan dengan mengutip salah satu firman Allah di surat Al-Waqi’ah ayat 35-37: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya”. (Riwayat At-Tirmidzi)
Seorang sahabat bernama Zahir, daya pikirnya agak lemah. Namun, Rasulullah mencintainya, begitu juga Zahir. Zahir ini sering menyendiri menghabiskan hari-harinya di gurun pasir. Sehingga kata Rasulullah, “Zahir ini adalah lelaki padang pasir, dan kita semua tinggal di kotanya”.
Suatu hari ketika Rasulullah ke pasar, dia melihat Zahir sedang berdiri melihat barang-barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah memeluk Zahir dari belakang dengan erat. Zahir: “Hei siapa ini? lepaskan aku!” Zahir memberontak dan menoleh ke belakang, ternyata yang memeluknya adalah Rasulullah. Zahir pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah.
Rasulullah berkata: “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai di pandangan mereka” Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin mengeratkan tubuhnya dan merasa damai di pelukan Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad dari Anas RA)
Kisah lain diceritakan Sayyidatina Aisyah RA: “Aku pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan. Saat itu tubuhku masih ramping. Beliau lalu berkata kepada para sahabat beliau, ”Silakan kalian berjalan duluan!” Para sahabat pun berjalan duluan semua, kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.”
Aku pun menyambut ajakan Rasulullah dan ternyata aku dapat mendahului beliau dalam berlari. Beberapa waktu setelah kejadian itu dalam sebuah riwayat disebutkan: ”Beliau lama tidak mengajakku bepergian sampai tubuhku gemuk dan aku lupa akan kejadian itu. ”Suatu ketika aku bepergian lagi bersama beliau. Beliau pun berkata kepada para sahabatnya. “Silakan kalian berjalan duluan.”
Para sahabat pun kemudian berjalan lebih dulu. kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.” Saat itu aku sudah lupa terhadap kemenanganku pada waktu yang lalu dan kini badanku sudah gemuk. Aku berkata: “Bagaimana aku dapat mendahului engkau, wahai Rasulullah, sedangkan keadaanku seperti ini?” Beliau berkata, “Marilah kita mulai.” Aku pun melayani ajakan berlomba dan ternyata beliau mendahului aku. Beliau tertawa seraya berkata: ”Ini untuk menebus kekalahanku dalam lomba yang dulu.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Rasulullah juga pernah bersabda kepada ‘Aisyah, “Aku tahu saat kamu senang kepadaku dan saat kamu marah kepadaku.” Aisyah bertanya, “Dari mana engkau mengetahuinya?” Beliau menjawab, ” Kalau engkau sedang senang kepadaku, engkau akan mengatakan dalam sumpahmu “Tidak, demi Tuhan Muhammad”. Akan tetapi jika engkau sedang marah, engkau akan bersumpah, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim!”. Aisyah pun menjawab, “Benar, tapi demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan meninggalkan, kecuali namamu saja.” (HR Bukhari dan Muslim)
di tengah kemenangan Nabi dan kaum Muslimin dalam peristiwa fathul makkah terjadi satu peristiwa.
Ketika Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy akhirnya menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi Muhammad.
Kala itu Nabi meminta para pimpinan pasukannya untuk menyatakan, al-yaum yaumal marhamah (hari ini hari kasih sayang).
Mendengar permintaan tersebut, seorang sahabat Nabi spontan berteriak: al-yaum yaumal malhamah. Jika diterjemahkan ucapan itu berarti hari ini adalah hari pertumpahan darah.
Sontak ucapan itu membuat penduduk Mekah yang tadinya gembira mendengar ucapan Nabi kembali diselimuti ketakutan. Termasuk salah satu pemimpin Bani Quraisy, Abu Sufyan.
Dia melayangkan protes dan mempertanyakan ucapan sahabat Nabi tersebut.
Melihat warga Mekah dan Abu Sufyan cemas, Rasulullah lalu menjawab tidak begitu maksudnya. Sahabat itu lidahnya cadel. Rasul menjelaskan jika sahabatnya itu tidak bisa menyebut huruf ra, sehingga huruf ra terucap la.
Penyelesaian Fathul Makkah berjalan sangat manusiawi meskipun menyalahi tradisi perang Arab yang penuh dengan pertumpahan darah, perampasan, dan lain-lain. Namun kasih sayang Nabi Muhammad lebih besar dalam hal ini sehingga betul-betul tidak ada balas dendam.
Seseorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan meminta agar membantunya mencari unta untuk memindahkan barang-barangnya. Rasulullah berkata: “Kalau begitu kamu pindahkan barang-barangmu itu ke anak unta di seberang sana”. Sahabat itu bingung bagaimana mungkin seekor anak unta dapat memikul beban yang berat. “Ya Rasulullah, apakah tidak ada unta dewasa yang sekiranya sanggup memikul barang-barangku ini?”
Rasulullah pun menjawab, “Aku tidak bilang anak unta itu masih kecil, yang jelas dia adalah anak unta. Tidak mungkin seekor anak unta lahir dari ibu selain unta,”. Sahabat tersenyum dan dia-pun mengerti canda Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Seorang perempuan tua bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”. Mendengar itu, perempuan tua itu menangis mengingat nasibnya.
Kemudian Rasulullah menjelaskan dengan mengutip salah satu firman Allah di surat Al-Waqi’ah ayat 35-37: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya”. (Riwayat At-Tirmidzi)
Seorang sahabat bernama Zahir, daya pikirnya agak lemah. Namun, Rasulullah mencintainya, begitu juga Zahir. Zahir ini sering menyendiri menghabiskan hari-harinya di gurun pasir. Sehingga kata Rasulullah, “Zahir ini adalah lelaki padang pasir, dan kita semua tinggal di kotanya”.
Suatu hari ketika Rasulullah ke pasar, dia melihat Zahir sedang berdiri melihat barang-barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah memeluk Zahir dari belakang dengan erat. Zahir: “Hei siapa ini? lepaskan aku!” Zahir memberontak dan menoleh ke belakang, ternyata yang memeluknya adalah Rasulullah. Zahir pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah.
Rasulullah berkata: “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai di pandangan mereka” Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin mengeratkan tubuhnya dan merasa damai di pelukan Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad dari Anas RA)
Kisah lain diceritakan Sayyidatina Aisyah RA: “Aku pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan. Saat itu tubuhku masih ramping. Beliau lalu berkata kepada para sahabat beliau, ”Silakan kalian berjalan duluan!” Para sahabat pun berjalan duluan semua, kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.”
Aku pun menyambut ajakan Rasulullah dan ternyata aku dapat mendahului beliau dalam berlari. Beberapa waktu setelah kejadian itu dalam sebuah riwayat disebutkan: ”Beliau lama tidak mengajakku bepergian sampai tubuhku gemuk dan aku lupa akan kejadian itu. ”Suatu ketika aku bepergian lagi bersama beliau. Beliau pun berkata kepada para sahabatnya. “Silakan kalian berjalan duluan.”
Para sahabat pun kemudian berjalan lebih dulu. kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.” Saat itu aku sudah lupa terhadap kemenanganku pada waktu yang lalu dan kini badanku sudah gemuk. Aku berkata: “Bagaimana aku dapat mendahului engkau, wahai Rasulullah, sedangkan keadaanku seperti ini?” Beliau berkata, “Marilah kita mulai.” Aku pun melayani ajakan berlomba dan ternyata beliau mendahului aku. Beliau tertawa seraya berkata: ”Ini untuk menebus kekalahanku dalam lomba yang dulu.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Rasulullah juga pernah bersabda kepada ‘Aisyah, “Aku tahu saat kamu senang kepadaku dan saat kamu marah kepadaku.” Aisyah bertanya, “Dari mana engkau mengetahuinya?” Beliau menjawab, ” Kalau engkau sedang senang kepadaku, engkau akan mengatakan dalam sumpahmu “Tidak, demi Tuhan Muhammad”. Akan tetapi jika engkau sedang marah, engkau akan bersumpah, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim!”. Aisyah pun menjawab, “Benar, tapi demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan meninggalkan, kecuali namamu saja.” (HR Bukhari dan Muslim)
di tengah kemenangan Nabi dan kaum Muslimin dalam peristiwa fathul makkah terjadi satu peristiwa.
Ketika Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy akhirnya menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi Muhammad.
Kala itu Nabi meminta para pimpinan pasukannya untuk menyatakan, al-yaum yaumal marhamah (hari ini hari kasih sayang).
Mendengar permintaan tersebut, seorang sahabat Nabi spontan berteriak: al-yaum yaumal malhamah. Jika diterjemahkan ucapan itu berarti hari ini adalah hari pertumpahan darah.
Sontak ucapan itu membuat penduduk Mekah yang tadinya gembira mendengar ucapan Nabi kembali diselimuti ketakutan. Termasuk salah satu pemimpin Bani Quraisy, Abu Sufyan.
Dia melayangkan protes dan mempertanyakan ucapan sahabat Nabi tersebut.
Melihat warga Mekah dan Abu Sufyan cemas, Rasulullah lalu menjawab tidak begitu maksudnya. Sahabat itu lidahnya cadel. Rasul menjelaskan jika sahabatnya itu tidak bisa menyebut huruf ra, sehingga huruf ra terucap la.
Penyelesaian Fathul Makkah berjalan sangat manusiawi meskipun menyalahi tradisi perang Arab yang penuh dengan pertumpahan darah, perampasan, dan lain-lain. Namun kasih sayang Nabi Muhammad lebih besar dalam hal ini sehingga betul-betul tidak ada balas dendam.
Hari-hari itu adalah hari-hari yang
berat bagi penduduk Madinah. Bagaimana tidak, mereka yang selama ini
hidup dengan mata pencaharian berkebun dan berternak, kini dilanda
kekeringan. Kehidupan pun menjadi sulit, bahkan sebagian binatang ternak
tak mampu bertahan hidup.
Seorang laki-laki dari kalangan penduduk Madinah mengambil inisiatif, memohon Rasulullah berdoa.
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْكُرَاعُ هَلَكَتْ الشَّاءُ فَادْعُ اللَّهَ يَسْقِينَا
“Wahai Rasulullah, binatang ternak
telah binasa dan kehidupan telah menjadi sulit (akibat kekeringan ini).
Maka berdoalah kepada Allah agar menurunkan air untuk kita..”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kemudian menengadahkan kedua telapak tangan beliau dan berdoa.
Seketika, angin berhembus. Langit yang cerah berubah menjadi mendung.
Awan berdatangan dan hujan pun turun sangat lebat. Ketika jamaah shalat
Jum’at turun dari masjid, jalan-jalan telah tergenang dengan air.
Hujanterus mengguyur Madinah selama tujuh hari berturut-turut. Hingga
Jum’at berikutnya, laki-laki yang pada pekan sebelumnya minta didoakan
hujan kini mengadu kembali kepada Rasulullah.
يَا رَسُولَ اللَّهِ تَهَدَّمَتْ الْبُيُوتُ فَادْعُ اللَّهَ يَحْبِسْهُ
“Wahai Rasulullah, rumah-rumah telah menjadi rusak (akibat banjir), maka berdoalah kepada Allah agar menghentikan hujan”
Mendengar permintaan tersebut, Rasulullah tersenyum. Kemudian beliau berdoa,
حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا
“Ya Allah… pindahkanlah hujan ke sekitar kami dan jangan di atas kami (yang dapat membinasakan kami)”
Seketika itu hujan berhenti dan
awan-awan menyebar ke sekitar kota Madinah. Hujan telah berpindah ke
luar Madinah. Menyirami kebun-kebun dan pegunungan. Banjir pun segera
berlalu.
Komentar